Kamis, 05 November 2015

1. Asal-Usul

Bagi umat Islam, bulan Ramadhan merupakan bulan yang spesial. Pada bulan ini Allah menjanjikan pahala yang berlipat-lipat dan pengampunan yang tidak terbatas kepada semua mahluk-Nya. Oleh karena itu, sebagian kaum Muslim melakukan persiapan-persiapan khusus untuk menyambut datangnya bulan ini, seperti halnya masyarakat Desa Jada Bahrain dan Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung yang menyelenggarakan upacara Mandi Belimau (Berlimau).

Upacara Mandi Belimau Bangka

Bagi masyarakat di daerah ini, Ramadhan merupakan bulan dimana mereka harus bertaubat sekaligus berharap keselamatan dan berkah. Salah satu cara yang dilakukan adalah membersihkan diri sebelum memasuki bulan suci Ramadhan dengan menyelenggarakan upacara adat Mandi Belimau di pinggir sungai Limbung. Mereka meyakini bahwa dengan mengadakan upacara ini, ibadah puasa akan berjalan lancar dan segala yang diinginkan bisa tercapai. Secara khusus, tujuan upacara ini adalah: pertama, mencari keinginan-keinginan. Pencarian ini terdiri dari:  keinginan untuk mendekatkan diri kepada Allah (dzikir), keinginan untuk dekat dengan Nabi Muhammad (Sholawat, Sunah), keinginan malaikat (Tahmid, Takbir, Tasbih), dan keinginan manusia (do‘a terkabul). Kedua, meningkatkan perbuatan Mandi Taubat serta Sembahyang Sunat Taubat. Ketiga, meningkatkan perbuatan amal ibadah fardhu dan sunat, dan meningkatkan ibadah silatuhrahim. Namun ada juga sebagian masyarakat yang mengikuti upacara ini karena mengharapkan kekayaan, kepandaian, hingga jodoh.
Tradisi Mandi Belimau merupakan ritual turun-temurun masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak yang telah ada kurang lebih 300 tahun yang lalu. Konon, menurut kepercayaan masyarakat di daerah ini, tradisi ini diperkenalkan pertama kali oleh Depati Bahrein, seorang bangsawan keturunan Kerajaan Mataram, Yogyakarta yang melarikan diri bersama pasukan pengawalnya ke Pulau Bangka sekitar tahun 1700 dari kejaran pasukan Belanda. Pada saat dikejar-kejar itulah, Depati Bahrein melakukan ritual mandi pertaubatan.
Dalam perkembangannya, pemerintah daerah Kabupaten Bangka mengemas ritual Mandi Belimau menjadi bagian dari paket wisata daerah. Ritual ini kemudian berkembang dan tidak lagi menjadi sekedar perayaan upacara eksklusif masyarakat Desa Jada Bahri dan Desa Kimak tetapi juga oleh segenap lapisan masyarakat Kabupaten Bangka, mulai dari pejabat pemerintah hingga rakyat biasa. Jadilah, ritual Mandi Belimau pada satu sisi merupakan ritual yang bernuansa sakral dan menjadi potret kebersamaan yang dibingkai adat istiadat yang tidak lekang dimakan waktu, dan pada sisi yang lain menjadi tontonan. Kondisi ini, jika tidak disikapi secara arif dan bijaksana, maka nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ini akan tereduksi menjadi sekedar seremonial budaya belaka.

Sesepuh Mandi Belimau

2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Upacara

Upacara Mandi Belimau diadakan sekali dalam setahun, yaitu pada akhir bulan Sya‘ban atau seminggu sebelum bulan Ramadhan. Tempat pelaksanaan upacara ini adalah di tepi sungai Limbung, Dusun Limbung, Desa Jada Bahrein, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka.  

Acara Mandi Belimau Bangka

3. Peralatan dan Bahan-Bahan Upacara

Sebagai sebuah ritual yang mengandung nilai-nilai sakral dan telah dilakukan secara turun-temurun, maka upacara ini membutuhkan peralatan dan bahan-bahan khusus. Bahan-bahan dan peralatan-peralatan merupakan prasyarat sempurna tidaknya pelaksanaan upacara. Oleh karena itu, jika peralatan atau bahan-bahannya tidak sesuai, maka tujuan dari upacara ini tidak akan tercapai.
Adapun peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam upacara ini adalah:
a. Baju enam warna, yaitu: putih, hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu. Pakaian berwarna putih secara khusus digunakan oleh pemimpin upacara. Sedangkan sisanya digunakan oleh para pembantunya
b. Guci atau Kendi. Guci yang digunakan adalah guci khusus yang telah berumur ratusan tahun. Guci ini digunakan sebagai tempat ramuan khusus yang akan digunakan dalam upacara Mandi Belimau.
c. Ramuan khusus. Ramuan ini terbuat dari campuran air yang diambil dari sumur kampung yang telah dibacakan mantera dan dircampur dengan:
  • Jeruk nipis 7 buah. Buah ini melambangkan penguasaan terhadap ilmu sakti sebagaimana penguasaan Akek Pok).
  • Pinang 7 butir.  Melambangkan kesucian batin pendekar, sebagaimana Depati Bahrein.
  • Bonglai kering 76 iris. Melambangkan sikap pemberani, pemberantas jin dan iblis, serta ahli politik sebagaimana sifat dan keahlian Akek Jok.
  • Kunyit 7 mata. Benda ini mempunyai arti bahwa orang yang rajin musuhnya iblis, dan orang malas kawannya iblis sebagaimana yang ditunjukkan oleh Akek Sak.
  • Mata mukot 7 jumput dan bawang merah 7 biji. Melambangkan sifat penurut sebagaimana sifat Akek Daek.
  • Arang usang. Melambangkan sifat sabar, pandai menyimpan rahasia, dan kuat melakukan jihad fisabillillah, sebagaimana ditunjukkan oleh Akek Dung.

Bahan-bahan yang digunakan
untuk membuat ramuan khusus

d. Kain lima warna yang dipajang di tempat pelaksanaan. Adapun warna dan maknanya adalah:  
  • Kain warna merah, mempunyai arti Panglima - Isrofil Istana Jantung Daging Usman.
  • Kain warna kuning mempunyai arti Pengrajin - Mikail Istana Urat Umar.
  • Kain warna kelabu mempunyai arti Pemberani - Isroil Istana Jantung Tulang Ali.
  • Kain warna hitam mempunyai arti Sabar Penyimpan Rahasia, Bersatu Jihad - Jibroil Istana Lidah Darah Abu Bakar.
  • Kain warna putih mempunyai arti kesucian - titis Nur Muhamad SAW Al Ulama Miswhatul Mursyid.

4. Tata Laksana

Selain penggunaan bahan-bahan dan peralatan khusus, hal lain yang menentukan sempurna tidaknya upacara ini adalah tata laksananya. Sehari sebelum pelaksanaan upacara, persiapan-persiapan dilakukan agar pelaksanaan upacara berjalan dengan sempurna, misalnya menancapkan kain lima warna di lokasi pelaksanaan upacara, yaitu di tepi sungai Limbung.  

Prosesi Upacara Mandi Belimau

Adapun tatalaksana upacara ini adalah sebagai berikut:
  • Sehari menjelang pelaksanaan upacara Mandi Berlimau, orang-orang mengadakan ziarah ke makam tokoh masyarakat setempat yakni Makam Depati Bahrein yang terletak di wilayah Lubuk Bunter sekitar kurang lebih 8 km dari Desa Kimak. Perjalanan ini merupakan napak tilas perjuangan Depati Bahrein. Dalam napak tilas ini, rombongan dibagi menjadi tujuh kelompok pasukan dan masing-masing dipimpin oleh seorang panglima. Ziarah ini merupakan jalan pembuka menuju acara Mandi Belimau.
  • Setelah sampai di makam Depati Bahrein, para peserta ziarah menyempatkan diri berdoa di depan makam, biasanya dengan membaca Surah Yasin serta memanjatkan do‘a, dipandu oleh tokoh agama setempat.
  • Setelah melakukan ziarah, para peserta upacara ada yang langsung menuju ke Dermaga Lubuk Bunter kurang lebih 3 km dari lokasi makam.
  • Dari tempat ini kemudian menyeberangi Sungai Jada yang banyak di tumbuhi dengan pohon bakau menuju ke Dusun Limbung tempat dilaksanakannya upacara adat Mandi Belimau dengan mengunakan perahu kayu.
  • Yang paling sibuk dalam upacara ini adalah sang pemimpin upacara. Ia harus menyiapkan ramuan khusus, yaitu  air yang diambil dari sumur kampung yang telah dibacakan mantera dan dicampur dengan ramuan yang terdiri dari jeruk nipis, pinang, bonglai, kunyit, bawang merah, kenanga dan bunga mawar. Ia juga menyiapkan 5 kain dengan warna berbeda yang melambangkan kekuatan pengawal Depati Bahrein.
  • Ramuan keramat ini kemudian dibungkus dalam kain lalu dimasukkan ke dalam tas yang berisi kain 5 warna.
  • Keesokan hatinya, pemimpin upacara menuju ke tempat pelaksanaan upacara dengan menggunakan pakaian putih dengan dikawal oleh para pengawal yang mengenakan pakaian berwarna hitam, abu-abu, kuning, merah, dan hijau.  Biasanya, di tempat dilangsungkannya upacara telah berkumpul para peserta upacara.
  • Setelah semua persiapan dianggap cukup, acara Mandi Belimau dimulai.
  • Para peserta yang hendak melakukan Mandi Belimau terlebih dahulu mengucapkan niat.
  • Kemudian pemimpin upacara dengan didampingi lima laki-laki dengan mengenakan kain hijau, merah, kuning, hitam dan kelabu membaca doa dan memantrai air ramuan yang ada dalam kendi. Setelah itu, air ramuan tersebut disiramkan kepada warga.
  • Acara pemandian dimulai dengan membasahi telapak tangan kanan dan dilanjutkan dengan tangan kiri. Jika dalam upacara ini hadir pejabat penting, maka para pejabat tersebut dimandikan terlebih dahulu.
  • Kemudian dilanjutkan dengan membasuh kaki kanan lalu kaki kiri.
  • Setelah itu membasahi ubun-ubun.
  • Kemudian dilanjutkan dengan membasahi seluruh anggota badan.
  • Setelah semua peserta upacara selesai mandi, kemudian dipentaskan tarian Nampi, yaitu sebuah tarian khas masyarakat Bangka yang melambangkan rutinitas pekerjaan wanita menampik beras.
  • Setelah itu dilanjutkan dengan pelaksanaan tradisi adat Sepintu Sedulang (Nganggung), yaitu membawa makanan secara bergotong-royong ke suatu tempat, biasanya di Masjid Dusun Limbung, untuk dinikmati bersama-sama.
  • Dengan selesainya acara Sepintu Sedulang, maka pelaksanaan upacara ini juga selesai.

Sepintu Sedulang

5. Doa-Doa dan Mantra

Adapun doa-doa dan mantra yang digunakan dalam upacara Mandi Belimau adalah:
  • Surat Yasin. Pembacaan surat Yasin dilakukan ketika melakukan ziarah ke makam Depati Bahrein.
  • Mantra untuk membuat ramuan keramat (teks mantra sedang dalam proses pengumpulan data).
  • Doa memulai mandi (teks doa sedang dalam proses pengumpulan data).    
Stisipol Pahlawan 12 dan Pascasarjana Stisipol Pahlawan 12 

6. Nilai

Upacara Mandi Belimau yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat Bangka di tepi sungai Limbung merupakan salah-satu cara masyarakat untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Selain itu, upacara ini merupakan sebuah potret bagaimana tradisi lokal bersanding dengan agama Islam yang dianut masyarakat Bangka. Oleh karena itu, upacara ini tidak sekedar mengandung nilai keagamaan tetapi juga budaya, sosial, penghormatan kepada leluhur, dan, dalam perkembangannya, mengandung nilai hiburan.
  • Nilai keagamaan dapat dilihat dari tujuan awal dari upacara ini, yaitu sebagai media penyucian diri untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Selain itu, nilai ini juga dapat dilihat dari pembacaan surat Yasin ketika melakukan ziarah ke makam Depati Bahrein.
  • Nilai budaya dalam tradisi ini dapat dilihat pada penggunaan ramuan-ramuan, pementasan tarian Nampi dan pembacaan mantera. Nilai ini juga dapat dilihat dari adanya keyakinan sebagian pengunjung bahwa upacara ini dapat mendatangkan jodoh dan kekayaan. Oleh karena ada keyakinan tersebut, peserta Mandi Belimau berusaha agar bisa mandi menggunakan air yang dicampur ramuan dan telah dimantrai.  
  • Nilai penghormatan kepada leluhur dapat dilihat pada pelaksanaan ziarah kubur ke makam Depati Bahrein dan penggunaan pakaian dengan warna-warna yang diasosiasikan dengan Depati Bahrein dan para pengawalnya. Ziarah kubur dan penggunaan kain warna-warni tersebut merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur, dengan harapan agar para leluhur dapat “membantu” tercapainya tujuan baik yang dilandasi spirit keagamaan atau pribadi.
  • Nilai sosial dapat dilihat pada penutup upacara Mandi Belimau, yaitu tradisi Sepintu Sedulang. Pada proses ini, masyarakat dari segala lapisan masyarakat membawa makanan yang kemudian dimakan secara bersama-sama.
  • Nilai hiburan. Sebenarnya nilai ini merupakan konsekuensi dari penetrasi kepariwisataan, yaitu ketika pemerintah menjadikan upacara ini sebagai salah-satu even kebudayaan daerah yang bisa digunakan untuk menyokong pendapatan masyarakat dan daerah. 
Jadi jika anda berkunjung ke Pulau Bangka bertepatan dengan acara Mandi Belimau jangan pernah melewatkan acara yang satu ini karena anda bisa mendapatkan nilai budaya Bangka Belitung dari upacara yang sudah melekat dengan budaya masyarakat Bangka.

0 komentar:

Artikel Terbaru

Postingan Populer